Iklan

Selasa, 10 November 2009


Pendahuluan

Setiap akhwat (yang sudah merasa siap) sebaiknya memberi biodatanya kepada guru gajinya (ustadzahnya) sebagai persiapan awal kalau-kalau ada pesanan (ed: permintaan proses dari pihak ikhwan) dari luar.

Memberi biodata ini sifatnya bisa inisiatif (karena sudah merasa siap), diminta ustadzahnya (sebagai persiapan bank data, baik bila sudah ada pesanan atau belum) , atau jika si akhwat sudah di-tek-in (ed: ditaksir untuk menjadi calon istri ikhwan tertentu).

Maka, Peran akhwat cukup sampai di sini untuk sementara.



Hari 1 (pertama)

Permintaan datang dari ikhwan

Ikhwan minta dicarikan istri melalui ustad-nya, atau

Ikhwan minta difasilitasi untuk ber-proses dengan akhwat (target sudah ada)



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Guru ngaji (ustadz) mencarikan calon istri, biasanya dimulai dari murid ngaji istrinya. Istrinya membantu mencarikannya dari murid ngajinya sendiri dan dari murid ngaji dari teman sepengajiannya. Atau bisa dari mana saja.



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Jika biodata (calon) sudah ditemukan (yang kira-kira pas untuk si ikhwan), maka tanpa sepengetahuan akhwat calon tersebut biodata dan foto akhwat diberikan pada sang ikhwan.

Kenapa akhwat tidak perlu mengetahui jika biodatanya telah diserahkan pada seorang ikhwan?



(Karena masih ada kemungkinan sang Ikhwan menolak , sehingga jika akhwat belum mengetahui, bahwa dirinya tidak diinginkan untuk diperistri seorang ikhwan, ia tidak perlu bersedih hati dan kecewa atas ketidak-sediaannya itu)



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Ikhwan membawa pulang biodata dan foto akhwat tersebut kemudian diberi waktu untuk berpikir dan ber-istikhoroh.

Jika keputusannya : Ya, … maka ia memasuki babak ke-empat, dan proses dilanjutkan.

Jika keputusannya : Tidak … maka biodata dikembalikan dan meminta biodata lain. Biasanya biodata selanjutnya datang lebih lama dibanding biodata pertama. Dan proses diulang dari saat menerima biodata.

Ikhwan memutuskan untuk melanjutkan proses dengan akhwat yang biodatanya telah disetujui. Biodata akhwat dikembalikan beserta fotonya (eitsi … jangan difotocopy atau diarsipkan loch !) dan Nyatakan kesediaan pada ustadznya.

Ustadznya menyampaikan kesediaan sang ikhwan pada ustadzah akhwat.



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Ustadzah menerima berita bahwa sang ikhwan telah setuju, maka setelah itu ia menanyakan kesediaan sang akhwat (untuk memastikan kembali).



“Gimana… apa anti sudah siap untuk berumah tangga? Ini ada seorang ikhwan yang berniat untuk membangun rumah tangga. Ia sudah melihat biodata antum dan ia bersedia menerima antum apa adanya. Bagaimana dengan antum?”

(Seakan terbang kesadaran sang akhwat… mulutnya terbuka dan pandangannya seakan berkabut. Khayalnya, ksatria berkuda putih akan segera menjemputnya.)

“Ukhti… anti dengar khan apa kata ana?” pertanyaan sang ustadzah membawanya kembali ke bumi.

“Eh, iya mbak… nanti saya akan menanyakannya terlebih dahulu pada keluarga dan beristikhoroh.”



Penting bagi seorang akhwat untuk menanyakan perihal ini kepada keluarga/wali, terutama bapak atau orang yang bertanggung jawab atas dirinya. Sebab pada saat setelah pernikahan, hak dan tanggung jawab perwalian berpindah dari tangan orang tuanya (wali) ke tangan suaminya. Ia lah yang berhak menentukan kepada siapa ia akan menyerahkan hak dan tanggung jawab nya itu.

Atau mungkin mereka (orang tuanya/wali) mempunyai pertimbangan lain untuk menunda pernikahan anak gadisnya, sebabnya bermacam-macam: bisa dikarenakan harus membiayai adik-adiknya dulu, atau mereka memang belum bisa melepas sang anak.

Jika mereka belum mengizinkan: maka sang anak (akhwat tersebut) belum dapat menikah saat itu sampai orang tuanya mau mengizinkan. Atau Anda ingin berusaha sampai mereka mengatakan Ya?

Jika mereka Tidak berkeberatan… dan setuju… maka:

Sang akhwat akan meminta biodata sang ikhwan dari guru ngajinya.



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Guru ngaji menerima biodata ikhwan dari ustadz sang ikhwan kemudian ia menyerahkannya pada sang akhwat. Biodata itu lalu dibawa pulang sang akhwat.

Sang akhwat memberitahukannya pada orang tua : “ Pak… ini ada laki laki yang berniat untuk menikahi saya. Bagaimana… tanggapan Bapak ? Dia itu…. -bla bla bla-… “ Diceritain deh perihal sang ikhwan pada Bapaknya sesuai biodata dan yang diketahui akhwat.

Adakalanya sang Bapak kurang setuju dengan tingkat pendidikan sang ikhwan misalnya (mungkin karena sang Ikhwan lulusan SMA atau D3, sedangkan sang Akhwat telah bergelar sarjana). Atau karena sebab-sebab lain seperti: umur, suku, dll.

Jika sang Bapak tidak setuju maka… Runtuhlah dunia bagi si Ikhwan. Dan sang akhwat-pun harus menunggu tawaran berikutnya lagi dari guru ngajinya.

Tapi, kalo Bapaknya setuju atau minimal tidak ada kebertan maka sang akhwat mulai ber-istikhoroh.

Jika jawaban yakinnya dari hasil istikhoroh tersebut adalah “Ya”…. Maka ia memasuki stage berikutnya.

Jika jawabannya “Tidak”… maka kiamatlah terasa bagi si Ikhwan. Dan sang akhwat harus menunggu pelamar berikutnya.



Catatan khusus : Adakalanya sang akhwat mengajukan syarat. Misalnya : Tidak melarang sang istri bekerja atau tidak boleh poligami, dll. Jika hal itu ada maka Anda boleh mempertimbangkannya, tapi kalau menurut saya pribadi hal seperti ini kurang baik, karena beberapa hal :

1. Jika suatu syarat pernikahan itu dilanggar maka pecahlah perkawinan itu, karena pada suatu hukum, jika syarat tidak terpenuhi lagi maka sesuatu yang terbentuk dari syarat itu batal. Nah loh… khan bisa fatal akibatnya. Sehingga istri dalam hal ini dapat mengajukan cerai.

2. Membatasi sesuatu yang Allah tidak membatasinya.

Istri mempunyai hak istimewa dimana di wilayah yang dipesyaratkan suami tidak berhak atas kepemimpinannya.

Mungkin ini hanya kekhawatiran saya saja atas syarat yang diajukan. Anda bisa mempertimbangkan isi dari syarat itu. Atau dari awal (saat ia belum menyebutkan syarat itu) Anda katakan bahwa Anda tidak menerima syarat apapun. Biarlah rumah tangga berjalan sebagaimana Anda berdua menjalaninya dengan nilai-nilai Al-Qur'an dan sunnah.



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Akhwat telah setuju dan ikhwan tidak keberatan, maka saatnya….. Ta'aruf.,
jreng jeng jeng. ’I believe I can fly ...’, mengalunlah lagu itu di sanubari mereka.

Sang Ikhwan dan sang akhwat di pertemukan, biasanya didampingi oleh guru ngajinya masing-masing. Dalam hal ini pendamping bisa saja berasal dari kerabat/saudara (yang telah menikah). Tempatnya bisa di rumah sang akhwat atau guru ngajinya.



Saat Ta'aruf itu :

1. Pembukaan : oleh pendamping / guru ngaji ikhwan.

2. Kata pembuka dan perkenalan diri dari ikhwan. (tentang diri, dasar motivasi untuk menikah, kelebihan/kekurangan, masa lalu dan kepribadian).

3. Perkenalan diri sang akhwat.

4. Masing-masing dapat mengajukan pertanyaan dan menjawab (biasanya lebih pada hal yang diinginkan dari calon pasangannya, kekurangan, sikap dan sifat, kemampuan, track record, aktivitas, dll)

5. Masing-masing boleh melihat calon pasangannya dengan jelas (tetap beradab dan tidak mencolok), sebaiknya tidak saling berpandangan.



(Sekitar 1 minggu - sampai pertemuan pekanan selanjutnya)

Setelah Ta'aruf maka solat Istikhoroh lagi…

- Jika jawabannya “Tidak”, maka proses diulang dari menerima biodata dari calon yang berbeda.

- Jika… “Ya”… (kedua pihak setuju), maka….

Pemberitahuan kepada pihak keluarga… tentang pernikahan dan menjalin komunikasi antar keluarga.



(Sekitar 2 minggu, atau menurut kesepakatan keluarga )

Waktunya untuk meminang… Keluarga dari pihak laki-laki bertandang ke rumah keluarga dari pihak perempuan untuk:

Menyampaikan maksud untuk meminang anak perempuan mereka.

Silaturahim, menjalin hubungan sebagi ajang pendekatan antar keluarga. (tapi calon masih belum diperbolehkan berduaan)

Jika perlu bahkan sampai menentukan tanggal pernikahan atau rencana strategis lainya.



(Sekitar 2 minggu, atau menurut kesepakatan keluarga )

Sampailah pada hari dimana sang Ikhwan, mempelai laki-laki, mengucapkan jawaban untuk calon mertuanya: “Saya terima nikahnya… Fulanah binti Fulan… dengan maskawin yang telah tersebut … Tunai..!”

“SAH… SAH… SAH…”, terdengar ucapan sang penghulu yang menguatkan kepada para hadirin.



Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai adab :

Jika menerima biodata, maka pantang untuk memberitahukan identitas biodata yang diterimanya kepada orang lain bahkan untuk sekedar nama panggilan. Hanya sang ikhwan dan perantara resmi saja yang boleh mengetahuinya.

Hal ini diperlukan agar Nama yang besangkutan dalam biodata (jika ditolak) tidak tercemar, sebab ada kesan bekas ditolak orang lain … khan gak bagus.

Jika calonnya sudah dipilih, bukan hasil rekomendasi guru ngaji, maka hal pertama yang harus dilakukan perantara adalah meminta biodata sang calon dan harus lengkap dengan nama dan nomor telepon guru ngaji sang akhwat. Biar nanti nomor telepon tersebut digunakan untuk keperluan pengacekan status ngaji dan keberlangsungan proses berikutnya.


Yup begitulah kira-kira, semoga bermanfaat.